Post Top Ad

Your Ad Spot

Monday, October 2, 2017

Desa Budaya Lingga, Salah Satu Objek Wisata di Tanah Karo, Sumatera Utara


 


Rumah Siwaluh Jabu

Kabupaten Karo merupakan salah satu tempat di sumatera Utara yang kaya akan Objek Wisata, baik wisata alam seperti Air terjun, Goa, Danau, Gunung semuanya dimiliki oleh tempat ini. Dan desa Lingga merupakan salah satu destinasi wisata di Kabuaten karo yang  bukan merupakan  wisata ALam. Desa Lingga sendiri merupakan salah satu destinasi wisata budaya yang dimiliki oleh kabupaten Karo Sumatera Utara hal ini berdasarkan atas Perda kabupaten karo no 11 tahun 2006 pasal 4 bab 3 tentang objek wisata.
   Desa Lingga sendiri berada di Kecamatan Simpang empat Kabupaten Karo sumatera Utara, untuk dapat sampai di sesa Lingga sendiri kita bisa menggunakan 2 akses yaitu dari kaban jahe  ( Ibukota Kabupaten Karo) dan dari Berastagi, jika kita menggunakan Akses dari kaban jahe maka jarak tempuh yang harus kita lalui adalah sekitar 10 Km dari Kaban jahe, dan jika melalui rute berastagi- Lingga maka jarak tempuhnya sekitar 15 Km. 
Objek wisata yang terdapat di desa ini sendiri terdiri dari beberapa bangunan Khas Masyarakat karo pada zaman dahulu yang diantaranya adalah Rumah Adat Karo, Geriten, Jambur, Museum, dan Kantur Kantur (Kantor Raja pada zaman dahulu). 
    Berkunjung Ke Desa Lingga merupakan salah satu hal yang sudah sejak lama saya inginkan, hal ini diakibatkan oleh rasa ingin tau yang besar terhadap kebudayaan Masyarakat karo (Kebudayaan Saya Sendiri) Keinginan yang besar ini dulunya muncul setelah media Soaial heboh dengan perdebatan akan asal usul suku karo, Walaupun dulunya pada waktu SMA saya tinggal di kaban jahe, yang nota bene hanya berjarak sekitar 10 Km dari desa Lingga, tidak menjadikan saya ingin berwisata ke tempat ini, hal ini mungkin diakibatkan karna rasa kurang peduli akan budaya karo pada masa itu, apapun itu yang jadi penyebabnya yang pasti hal itu sudah tidak adalagi pada masa sekarang ini.
    Hasrat untuk mengetahui akan asal usul budaya Masyarakat Karo itu menjadikan saya lebih sering Browsing mengenai Suku Karo, dan pada puncaknya pada saat libur kuliah di tahun 2016 tepatnya setahun lalu saya memutuskan untuk mengunjungi tempat ini. sebenarnya agenda untuk mengunjunggi beberapa tempat yang menurut saya  berhubungan dengan kebudayaan Karo pada masa lalu sudah saya susun dan desa lingga adalah salah satu diantaranya.
     Ok... waktu liburan sudah Saya dapatkan, sekarang waktunya belajar sejarah :) pagi itu sekitar pukul 08.00 pagi saya memutuskan untuk mengunjungi desa lingga, di temani udara yang cerah saya bersama satu orang sepupu saya bergegas untuk mengunjungi tempat ini, pada saat itu saya mengunjungi desa lingga bukan melalui rute beras tagi atau kaban jahe, walaupun dulunya saat SMA saya tinggal di Kaban jahe namun karena orang tua sudah pindah ke kampung (Desa Tanjung Pulo) sehingga saat saat liburan kaya gini saya lebih banyak menghabiskan waktu di kampung ketimbang di kota kabupaten, pada saat perjalanan kita sempatkan mampir di salah satu tempat yang dalam bahasa karo disebut ''Penatapen'' dalam bahasa indonesia ini artinya tempat yang bagus untuk menikmati salah satu pemandangan, hahah... hahha.. mungkin iya mungkin juga tidak, namun saya harap agan n sistah mengerti :). ''penatapan Ojolali'' itulah nama tempat itu, berada di desa tiga pancur, dan View yang ditampilkan di tempat ini adalah gunung Sinabung.

Sinabung yang tampak Malu Malu


      Sambil menimati indahnya lekuk tubuh sang perkasa Gunung Sinabung'' kita menikmati secangkir kopi dan semangkuk mie instan yang kita pesan dari salah satu warung di tempat ini. setelah puas menikmati keindahan Snabung, dan perutpun terasa sudah mulai beisi maka kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali, pukul 12 siang kita sampai di desa lingga, ( hal ini bukan diakibatkan oleh jarak yang jauh namun karena kita terlalu banyak berhenti untuk menikmati keindahan alam yang ada di tempat itu) 
        Sesampainya di desa lingga kita memutuskan untuk mencari posiis Rumah Adat yang menjadi daya tarik para wisatawan yang berkunjung ketempat ini baik wisatawan asing maupun wisatawan mananegara.. setelah bertanya ke warga yang ada disana akhirnya kita sampai di salah satu rumah yang menurut saya sangat wahh,, bangunan yang kokoh khas zaman dahulu, dan atap ijuk yang sudah mulai ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan terpangpang jelas di depan kami seakan menyambut kedatangan kami, sebelum memutuskan untuk masuk kami menyapa beberapa orang tua yang duduk disalah satu gubuk yang terdapat di sebelah rumah Adat tersebut, dan meminta ijin untuk masuk, dan mereka semua mengijinkan kami untuk masuk, namun ntah karna perasaan segan atau bagaimana kami memutuskan untuk menunggu di luar sambil menunggu tuan Rumah, ohh iya.. rumah Adat ini sekarang ditempati oleh salah satu warga desa yang dipercaya untuk merawat tempat ini,, dan tanpa kami duga ternyata salah satu diantara orang dewasa yang kami temui sebelumnya adalah orang yang menempati tempat ini..
    Dengan perasaan kikuk kamu mengikuti langkah kakinya sambil mengucapkan kata '' Mejuah-Juah'' yang merupakan ucapan sapa yang khas dari masyarakat karo yang artinya ''Salam Sejahtera''
setelah dipersilahkan masuk kami langsung masuk dan duduk, anehnya di dalam rumah adat tersebut udaranya sangat sejuk hal ini berbeda dengan kondisi diluar rumah yang dari tadi terasa sangat terik, dan setelah bertanya ke bapak yang bermarga tarigan ( orang yang menempati rumah Adat) dia menjelaskan jika hal ini disebabkan karena kondisi konstruksi bangunan yang terdapat pada rumah Adat tersebut sehingga menjadikan tempat itu sangat sejuk.

Rumah Adat Tampak Dalam


     Saya tertarik untuk menanyakan beberapa pertanyaan karena saya melihat tidak ada paku sama sekali yang tertancap di bangunan ini untuk melekatkan bahan bahanya,.., selanjutnya bapak itu menjlaskan kalau Rumah adat karo memang tidak menggunakan bahan paku dalam pembangunanya, namun semuanya menggunakan bahan dari alam yakni ijuk untuk mengikat antar satu bahan dengan bahan yang lainya, dan dibuat seperti lubang di satu bagian lain dan seperti sendi di bagian lainya dan hal ini disatukan dan diikat..
begitu banyak penjelasan yang diberikan oleh bapak tersebut, dan yang paling menarik perhatian saya adalah posisi dapur, yang menurut penjelasan dari bapak itu jika dapur tersebut digunakan oleh 2 keluarga, dan pada saat memasak sang istri (kemberahen dalam bahasa karo) akan memasak secara bergantian, yang artinya jika si A memasak Nasi , Maka Si B memasak Lauk, begitu juga seterusnya, semua hal dilakukan secara bergantian, dan jika satu keluarga masak masakan yang enak (semisal Ayam) maka satu rumah yang terdiri dari 8 kepala keluarga (Rumah Siwaluh Jabu) semuanya harus makan ayam, bisa dibayangkan berapa banyak ayam yang harus dimasak, namun yang menarik buat saya bukan berapa jumlah ayam yang harus dimasak, namun bagaimana bisa mereka yang menempati rumah itu pada zaman dahulu bisa begitu kompak, itu yang menjadi pertanyaan besar bagi saya, 
        jika dibandingkan dengan zaman sekarang yang dimana setiap kepala keluarga tinggal didalam rumah mereka masing masing, dan dikelilingi dengan pagar rumah yang sangat tinggi, apa masi bisa hal seperti ini di terapkan..?
saya rasa hal itu tidak mungkin lagi, 
         Dan menurut penuturan dari sang bapak yang menempati rumah itu, dia bercerita sedikit tentang masa lalunya yang kelam, bahwa dari yang dulunya dia seorang preman bisa berubah, dan semua kebiasaanya sudah dia tunggalkan semenjak dia menempati rumah Adat Siwaluh Jabu tersebut, Saya mulai berfikir apakah semua hal itu bisa terjadi karena nuansa yang adem yang diberikan oleh rumah tersebut, atau juga karena sikap dari orang orang yang menempati rumah tersebut masih melekat dan tinggal dirumah itu..? dengan kata lain kebaikan yang ada pada zaman dahulu masih melekat dan menyatu dengan pemilik sekarang,,?
dan waoww saya sangat terpaku dengan hal itu, 

Pak Tarigan dan Tarigan


         Tak terasa sang Fajar sudah bersiap untuk istirahat menandakan malam sudah akan menjelang, banyak pelajaran yang saya dapat dari tempat ini, dan dengan bangga akan saya ceritakan kepada orang orang yang saya temui baik bagi mereka  yang sesama suku karo ataupun yang bukan merupakan suku karo, saya akan menceritakan kebanggaan saya tentang generasi sebelum saya..
        Saya dan sepupu saya berpamitan kepada bapak yang marga tarigan dan mengucapkan banyak terimakasih akan pelajaran masalalu yang saya dapatkan ditemmpat ini,  dengan wajah yang semringah saya dan sepupu saya pulang ke kaban jahe untuk beristirahat, dan cerita ini selesai di sini heheh hehe sebelum pulang kami memsukkan beberapa lembar uang kertas kedalam kotak yang sudah disediakan sebelumnya yang tujuanya untuk dan diperuntukkan untuk pembanunan rumah ini, bayangkan dengan uang sukarela yang saya masukkan di kotak tersebut, saya mendapatkan pelajaran yang berharga yang tidak akan saya lupakan seumur hidup..

MEJUAH JUAH

''Mari sama sama kita jaga kebudyaan yang ita punya, agar suatu saat kita tidak hanya mewariskan cerita ke generasi setelah kita, namun kiranya kita merariskan suatu bukti yang nyata ke anak cucu kita'' 

No comments:

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages