Menurut TIM dosen
jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011), pengamatan adalah suatu kegiatan
yang bertujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dengan jalan mengamati,
melakukan perhitungan atau pengukuran terhadap objek yang diteliti.
Pengamatan tersebut
dilakukan dengan melakukan kegiatan untuk mendapatkan data tentang:
-
Adanya hama dan
penyakit tanaman
-
Jenis hama dan penyakit
yang bersangkutan
-
Tingkat kerusakan yang
diakibatkannya, yang dinyatakan dalam intensitas serangan hama adan intensitas
penyakit
-
Luas daerah serangan
-
Kepadatan populasi
-
Faktor lingkungan baik
yang bersifat biotik maupun abiotik yang berpengaruh terhadap hama dan penyakit
tanaman
-
Kerugian hasil yang
disebabkan oleh timbulnya hama dan penyakit tanaman (TIM dosen jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan, 2011).
Pada literatur lain
juga dijelaskan mengenai pengamatan. Pengamatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh pengamat untuk,
1. Mendapatkan
data
2. Mencocokkan
data,
3. Mendapatkan
Informasi,
4. Menyusun
laporan,
5. Pengaduan
dengan fakta dan membahas serta mengambangkannya (Gustiawan S., Uwon. 2007).
Sedangkan menurut
Surahman, Enceng dan Widodo Agus. 1989, pengamatan bertujuan untuk mengetahui
intensitas serangan atau kepadatan populasi OPT, luas serangan, daerah
penyebaran, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT.
Nilai
ambang pengendalian yang juga disebut ambang perlakuan biasanya lebih rendah
daripada ambang ekonomi. Ambang pengendalian ini pada lahan yang luas menjadi
lebih rendah daripada ambang ekonomi, sedangkan pada luas lahan yang sempit
atau kecil, akan lebih baik memiliki ambang pengendalian yang lebih tinggi
daripada ambang ekonomi.
Cara untuk menentukan adalah:
-
Tentukan sepetak kecil
lahan sayuran sebagai contoh atau sampel
-
Amati serangga pemakan
daun tersebut dan hitung serapa jumlahnya dalam petak kecil tersebut
-
Hitung secara perkiraan
jumlah hama serangga dalam seluruh lahan, sehingga dapat diketahui seberapa jumlah
serangan hama dapat mempengaruhi proses asimilasi atau proses pemasakan makanan
pada daun
-
Kemudian lakukan
pengamatan musuh alami yang terdiri dari pemangsa, parasit, atau patogen
terhadap serangga pemakan daun tersebut. Sudah mampukah musuh alami tersebut
menekan perkembangan hama? Apabila dirasakan belum mampu menghambat serangan
dari sejumlah serangga hama tersebut, maka dengan mempertimbangkan kelestarian
musuh alami, usaha penyemprotan dapat dilakukan (Aak. 1992).
Pada Oka, I.N. (2005),
disebutkan bahwa ambang ekonomi adalah suatu konsep yang erat hubungannya
dengan tingkat kerusakan ekonomi. Ambang ekonomi dapat didefinisikan sebagai
kepadatan populasi yang harus dilakukan pengendalian untuk mencagah populasi
hama mencapai tingkat kerusakan ekonomi (TKE). TKE lebih rendah dari AE untuk
memberikan kesempatan mempersiapkan pengendalian dan agar perlakuan tersebut
sempat memperlihatkan pengaruhnya sebelum populasi hama mencapai tingkat
kerusakan ekonomi (Stern et al.1959).
Ambang ekonomi adalah
suatu batas dimana serangan hama sudah seharusnya dilakukan pengendalian agar
tidak meningkat sehingga mencapai tingkat kerusakan ekonomi (TIM dosen jurusan
Hama Penyakit Tumbuhan, 2011).
2.2 Peran Pengamatan dalam Pengendalian Hama
dan Penyakit Terpadu
Menurut TIM dosen
Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman (2011), bahwa pengamatan adalah suatu bentuk
kegiatan yang saling berkaitan dengan kegiatan pengendalian hama terpadu (PHT).
Pengamatan tersebut dapat dilakukan sebelum tindakan pengendalian untuk memperkirakan
apakah tindakan pengendalian perlu dilakukan atau tidak, ataupun dilakukan
setelah pengendalian untuk mengevaliasi atau menganalisis hasil dari
pengendalian yang telah dilakukan.
Pengamatan tesebut
dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan:
a. Perlu
atau tidaknya suatu kegiatan pengendalian OPT dilakukan
b. Metode
pengendalian yang dipilih dan bagaimana cara aplikasinya
c. Menentukan
tindakan yang harus dipilih untuk mengatasi terjadinya serangan OPT agar
serangan tidak meluas
2.3
Macam-macam Pengamatan
Menurut TIM dosen
jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011), macam-macam pengamatan ada tiga,
yaitu berdasarkan Sifatnya, Frekuensi dan Sampelnya, yang disajikan dalam tabel
berikut ini:
Berdasarkan
|
Macamnya
|
Deskripsi
|
Sifatnya
|
1. Kualitatif
|
Pengamatan
tentang macam OPT, lokasi penyerangan dan keadaan secara umum
|
2. Kuantitatif
|
Pengamatan
untuk mendapatkan keterangan yang lebih rinci, misalkan tentang intensitas
serangannya dan luas arela yang diserang
|
|
Frekuensinya
|
1.
Pengamatan tetap,
kontinu atau regiuler
|
Pengamatan
yang dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu sehingga akan dapat
menunjukkan gambaran mengenai perkemabngan tingkat serangan.
|
2.
Pengamatan keliling
atau insidental
|
Pengamatan
untuk mengetahui tingkat serangan OPT pada waktu dan tempat tertentu saja
jika suatu tanaman pada areal pertanaman menunjukkan gejala terjadinya serang
OPT baru kita lakukan pengamatan.
|
|
Berdasar
Sampelnya
|
1. Pengamatan
Global
|
Pengamatn
dilakukan secara garis besar, pada areal yang luas tetapi sampel yang digunakan
relatif sedikit minimal 10% sample tanaman per luasan lahan
|
2. Pengamatan
halus
|
Pengamatan
yang dilakukan dengan tngkat ketelitian yang lebih tinggi, jadi penggamatan
lebih datail yang dilakukan setelah diketahui melalui pengamatan global bahwa
suatu wilayah pertanaman terserang OPT.
|
(TIM
dosen jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011)
2.4
Pengamatan dan Penilaian Serangan Hama
Langkah taktis dan
sistematis yang harus ditempuh untuk mengimplementasikan PHT adalah :
1. Mengidentifikasi
dan menganalisis status hama yang akan dikelola. Hama-hama yang menyerang suatu
agroekosistem harus dikategorikan sebagai hama uatam, hama kedua, hama
potensial atau hama migran. Dengan mengetahui status hama dapat ditentukan
jenjang toleransi ekonomi untuk mesing-masing hama.
2. Mempelajari
anasir dan saling tindak dalam ekosistem, terutama yang berpengaruh terhadap
hama-hama utama. Kegiatan ini juga meliputi inventarisasi berbagai musuh alami
dan peran mereka sebagai pengendali amani.
3. Penetapan
dan pengambangan ambang ekonomi. Amabng ekonomi atau ambang pengendalian atau
ambang toleransi ekonomi merupakan ketetapan tentang pengendalian keputusan
waktu pelaksanaan pengendalian pestisida. Jika populasi atau kerusakan hama
belum mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida belum diperlukan.
4. Mengembangkan
sistem pengamatan dan monitoring hama, untuk mengetahui letak dan keadaan suatu
jenis hama oada waktu dan tempat tertentu terhadapa ambang ekonomi hama
tersebut. Pengamatan dan monitoring hama dilakukan secara rutin dan
terorganisir dengan baik. Metode pengambilan sampel perlu dikembangkan agar
data lapangan yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik dengan cara
pengumpulan data yang mudah dikerjakan.
5. Mengembangkan
model deskriptif dan peramalan hama. Jika gejolak populasi hama dan hubungannya
dengan komponen-komponen ekosistem lian telah diketahui, dapat dikembangkan
model kuantitatif yang dinamis yang mampu meramalkan gejolak populasi dan
kerusakan dengan tingkat probabilitas tertentu.
6. Mengembangkan
strategi pengelolaan hama. Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik ganda
pengendalian dalam suatu kesatuan sistem yang terkoordinasi, yang mengusahakan
agar populasi atau kerusakan karena hama (Salikin, K.A., 2003).
Pada literatur lain
disebutkan bahwa tingkat serangan hama dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkat serangannya pada tumbuhan, yaitu sebagai berikut:
Skala
atau skor
|
Deskripsi
|
Pertanaman
yang sehat
|
Tingkat
serangan 0%
|
Kerusakan
ringan
|
Tingkat
serangan <25%
|
Kerusakan
sedang
|
Tingkat
serangan 25%-50%
|
Kerusakan
berat
|
Tingkat
serangan 50%-85%
|
Puso
|
Tingkat
serangan >85%
|
Tingkat serangan fatal atau puso yang menyebabkan tingkat kehilangan hasil tidak dapat diselamatkan lagi, sedangkan pertanaman yang sehat digambarkan bahwa tingkat serangan yang mungkin terjadi adalah jauh dibawah ambang ekonomi (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011).
2.5
Pengamatan dan Penilaian Serangan Penyakit
Syarat penilaian
penyakit di lapangan harus memenuhi syarat utama:
1. Komprehensif
: Artinya aplikasi yang digunakan berlaku untuk bermacam-macam penyakit.
2. Akurasi
ketepatan untuk tingkat praktek.
3. Bersifatt
objektif, karena sifatnya cenderung subjektif, penilaian penyakit sangat
tergantung pada pengamat yang bersangkutan.
Pada literatur TIM
dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011) dijelaskan bahwa cara penetuan
intensitas serangan penyakit ada dua cara yaitu dengan cara :
a.
Penentuan tingkat
serangan pada tanaman dapat dilakukan dengan memberikan penilaian menurut
tingkat intensitas serangannya. Pada tanaman yang hanya dilihat tentang sehat
atau tidaknya tanaman misalkan pada tanaman yang jika terserang penyakit
tertentu menyebabkan tidak berproduksinya atau matinya tanaman tersebut maka
cara untuk mendapatkan tingkat intensitas serangan hanya dengan menghitung
bagian tanaman atau tanaman yang mati atau tidak berproduksi terhadap tanaman
total atau bagian tanaman total yang diamati.
IP = (jumlah tanaman
sakit / total tanaman) x 100%
Rumus tersebut berlaku untuk kondisi :
-
Penyakit yang dapat
menyebabkan tanaman mati secara menyeluruh, misalkan penyakit layu dan dumping
off pada tanaman
-
Penyakit yang dapat
menyebabkan penurunan tingkat produktivitas sehingga menyebabkan kehilangan
hasil yang setara dengan kematian tanaman, misalkan penyakit yang disebabkan
karena serangan virus dan organisme yang mirip dengan mikoplasme (MLO)
-
Penyakit yang meskipun
tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan kehilangan hasil secara
total, misalkan penyakit gosong bengkak
(Ustilago maydis) pada jagung dan penyakit neck blast pada padi (Pyricularia
oryzae).
b.
Untuk kasus selain pada
mati atau tidak berproduksinya tanaman maka cara untuk menentukan intensitas
penyakit jauh lebih rumit. Umumnya penilaian dilakukan pada bagian atau organ
tanaman tertentu misalkan daun, dan buah karena kita harus memberikan penilaian
terhadap masing-masing organ tersebut dengan standar nilai seranga tertentu.
Pennghitungan intensitas penyakit dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
IP = (∑(n.v))/N.Z
Keterangan :
N
: Bagian organ total
Z
: Skor tertinggi
n
: Jumlah daun terserang dengan skor v
v
: Skor penyakit pada organ
Penentuan yang
menggunakan skala deskriptif seperti ini juga dijelaskan bahwa menurut
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Direktorat Perlindungan Tanaman
Perkebunan menggunakan 5 skala skor sebagai berikut ini:
Skala
skor
|
Deskripsi
|
0
|
Tanaman
bebas penyakit
|
1
|
Bagian
tanaman yang sakit 0-25%
|
2
|
Bagian
tanaman yang sakit 26-50%
|
3
|
Bagian
tanaman yang sakit 51-75%
|
4
|
Bagian
tanaman yang sakit >75%
|
Sedangkan karena
terjadi ketidaksesuaian antara penggunaan skor diatas dengan kondisi di lapang
pada akhirnya terbentuk skala skor yang baru dan umum digunakan adalah sebagai
berikut :
Skor penyakit
|
Deskripsi
|
0
|
Tidak ada infeksi
|
1
|
Luas permukaan tanaman atau bagian
tanaman yang tererang mencapai 10%
|
2
|
Luas permukaan tanaman atau bagian
tanaman yang terserang lebih besar dari 10% sampai 25%
|
3
|
Luas permukaan tanaman atau bagian
tanaman yang terserang lebih besar dari 25% sampai 50%
|
4
|
Luas permukaan tanaman atau bagian
tanaman yang terserang lebih besar dari 50%
|
2.6
Bentuk-bentuk
Penyebaran dan Ciri
a. Penyebaran
acak
Kedudukan suatu
individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang tidak dipengaruhi atau
mempengaruhi serangga hama di titik yang lain, atau bebas dari individu
serangga hama yang lain. Umumnya penyebaran acak terjadi pada tingkat awal
imigrasi, atau tingkat awal penghunian hama, ataupun ketika telah terajadi
perkembangbiakan, itupun masih terjadi pada tingkat awal dan belum membentuk
populasi yang besar. Mortalitas alami akan tetap menjaga tingkat hama pada
populasi yang rendah. Biasanya populasi yang rendah akan menyebabkan bentuk
penyebaran yang acak.
b. Penyebaran
teratur
Pada bentuk penyebaran
teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh sebab itu
hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit relatif akan sama. Bentuk
penyebaran populasi demikian jarang dijumpai pada serangga yang mempunyai sifat
kanibal, sehingga satu individu terhadap individu yang lain kedudukannya akan
terpisah satu dengan yang lain.
c. Penyebaran
mengelompok
Berkebalikan dengan
bentuk penyebaran acak, bentuk penyebaran mengelompok lebih saling terkait
antar individu dalam populasi. Individu hama pada habitatnya saling
mempengaruhi. Umumnya penyebaran mengelompok terjadi pada tingkat lanjut dari
penghunian suatu lahan pertanaman oleh hama, jadi akan terjadi pada tingkat
imigrasi yang lebih lanjut. Disini telah terjadi proses perkembangbiakan yang
cukup lama, sehingga tingkat kepadatan populasi tinggi (TIM dosen jurusan Hama
Penyakit Tumbuhan, 2011).
2.7
Teknik Pengambilan Contoh
a. Teknik Sampling acak
Cara ini didasarkan
atas pemikiran bahwa untuk mendapatkan data yang dapat mewakili objek secara
keseluruhan dapat dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak. Pengambilan
contoh sampel secara acak menyebabkan setiap objek yang diteliti memiliki
peluang dan kesempatan yang sana untuk dipilih menjadi bagian dari sample,
sehingga sifat memihak atau bias dapat dihindari. Ada beberapa teknik sampling
yang umum digunakan, yaitu:
- Sampling acak sederhana yaitu pengambilan
sampling dengan cara yang sederhana, misalkan dengan cara lotre atau tabel
acak.
- Sampling acak kelompok yaitu
pengambilan yang berkelompok yang disebabkan karena banyaknya populasi sehingga
dalam pengambilan sample ssecara acak akan mengalami kesulitan. Untuk
menyederhanakan pengacakan secara menyeluruh dapat dilakukan dengan membagi
objek menjadi kelompok-kelompok tertentu, hal ini dapat mengurangi pemberian
nomer. Pengacakan selanjutnya dapat dilakukan pada sample kelompok yang telah
diambil.
- Sampel acak sistematis. Pengacakan
dilakukan hanya pada sampel pertama, sedangkan untuk pengambilan sampel
selanjutnya dapat dilekukan dengan cara memberiakn skala jarak tertentu antar
sampel yang sudah ada.
- Sampel acak berlapis (stratified)
adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada pengambilan sampel dengan
melihat pada tingkat serangan. Karena di alam, umumnya dalam satu populasi
tidak dapat diseragamkan tingkat serangnnya, sehingga kita dapat menggunakan
sampel acak berlapis.
- Sampel acak bertingkat dapat dilakukan
survai terhadap wilayah tertentu misalkan suatu kabupaten tertentu, untuk
mengetahui terjadinya serangan hama, baik mengenai kepadatan intensitas
serangan, luas serangan serta mengenai kepadatan populasinya. Untuk menetapkan
sampai kepada unit pengamatan, seringkali perlu dilakukan sampling secara acak
berngkat.
b. Teknik Sampling Terpilih
Pengamatan dapat
dilakukan pada cakupan wilayah tertentu dengan ketelitian yang cukup jelas jadi
sifat pengamatan adalah ekstensif. Pengamatn dengan teknik sampling terpilih
umumnya relatif lebih sedikit. Karena sampel yang digunakan relatif sedikit
maka kita harus benar-benar memilih sampel yang dapat mewakili keadaan di
wilayah tersebut secara umum. Pengamatan yang seperti ini hanya dapat dilakukan
apabila kita telah faham betul tentang keadaan objek.
Pengamatan yang
demikian hanya untuk membuktikan bahwa sampel pengamatan dapat mewakili kondisi
secara umum. Jadi secara ringkas, kita harus mengambil sampel secara acak yang
kemudian langsun dipetak-petakkan yang kondisinya dapat merupakan gambaran dari
kondisi umum atau global. Pada petak yang telah dipilih dapat langsung
dilakukan pengamatan secara lebih detail (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, 2011).
Pada persebaran
penyakit didapatkan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan, yaitu:
- Penyakit umumnya
menunjukkan pengaruh batas, atau border, biasanya tanaman yang ada di pinggir
memiliki tingkat serangan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Sehingga tidak
dianjurkan untuk mengambil tanaman di tepi sebagai sampel.
- Pengamat cenderung
mengambil tanaman dengan penyakit yang mencolok untuk dijadikan sampel. Lebih
baik menggunakan cara penarikan garis secara diagonal, meskipun kelihatannya
sederhana tetapi ternyata teknik ini cukup baik.
- Unit contoh dan
ukuran contoh. Unit contoh atau unit sampel adalah unit yang diamati, diukur,
atau dihitung untuk memperoleh data yang dikehendaki, sedangkan ukuran contoh
atau ukuran sampel adalah jumlah unit sampel yang diambil dalam suatu kegiatan
pengamatan.
Agar data yang
diperoleh dari pengamatan dengan cara tersebut cukup baik perlu diperhatikan
hal berikut ini:
- Ukuran sampel dibuat
sebesar mungkin
- Pengamatan harus
dilakukan pada bagian yang paling rentan (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, 2011).
2.8
Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama
a. Penafsiran populasi mutlak
populasi hama tiap
satuan unit luas tanah. Beberapa cara untuk mendapatkan penafsiran populasi
mutlak adalah :
- Mengadakan pengamatan hama langsung
pertanaman pada areal lahannya
- mengadakan penggoyangan atau penyapuan
bagian tanaman dari suatu unit habitat untuk dihitung banyaknya jumlah hama
yang terjatuh
- menangkap hama secara langsung oleh
aspirator ataupun alat penangkap hama yang lain pada suatu unit habitat.
- penangkapan individu bertanda dengan
cara menangkap individu hama dan diberi tanda kemudian dilepaskan lagi, hal ini
dapat dilakukan pada serangga hama yang sifatnya aktif bergerak pada habitatnya
- perhitungan jarak dekat yang dilakukan
dengan menghitung pada serangga hama yang bersifat tidak bergerak secara aktif,
maka serangga hama dapat dihitung secara langsung pada habitatnya
- melakukan pemindahan individu yang
tertangkap, penangkapan yang hingga menyebabkan hama habis dapat mewakili
jumlah kumulatif serangga hama yang ada di habitatnya (TIM dosen jurusan Hama
dan Penyakit Tanaman, 2011).
b. Penafsiran populasi relatif
Metode ini banyak
digunakan untuk mengetahui perubahan jumlah populasi hama dari waktu ke waktu
ataupun perbedaan populasi pada daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Faktor-faktor yang
umumnya dapat mempengaruhi pengamatan relatif adalah sebagai berikut ini:
§ Kerapatan
populasi hama
§ Aktivitas
serangga
§ Respon
serangga terhadap alat yang digunakan untuk menangkap
§ Kondisi
cuaca misalkan suhu, kelembaban dan angin
Secara
umum ada dua cara dalam penentuan penafsiran relatif yaitu:
1. Penangkapan
pada setiap unit yang dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Penangkapan
secara visual dalam waktu dan areal tertentu
b. Penggunaan
jaring serangga (swept net) Penangkapan terhadap penggunaan jaring serangga
umumnya dipengaruhi:
o Jenis
serangga hama
o Jenis
habitat, terutama berkaitan dengan tinggi tanaman
o Kondisi
cuaca misalkan angin, suhu dan kelembaban
o Waktu
misalkan pagi, siang, sore atau malam
o Cara
dalam mengayunkan jaring seranggga
c. Penggunaan
perangkap, misalkan lampu, malaise, nampan, jatuhan (pitfall), perangkap rekat
misalkan yellow sticky trap, dengan zat penarik (atraktan) misalkan feromon,
dll.
d. Penggunaan
alat penghisap, misalkan D-vac
e. Penggoyangan
atau penepisan.
2. penggunaan
perangkap Ã
menurut jenisnya ada perangkap basah dan perangkap kering. Jenis-jenis
perangkapa adalah:
- Perangkap Malaise : Berupa botol
pembunuh
- Perangkap nampan : umumnya diberikan
warna yang sesuai dengan efektivitas hama tertentu
- Perangkap jatuhan atau pitfall :
digunakan untuk serangga yang beraktifitas di tanah
- Perangkap letak : digunakan untuk
serangga yang aktif terbang
- Perangkap zat penarik : biasanya
dengan penggunaan atraknan atau feromon maka hama akan terrpancing untuk datang
pada perangkap (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011).
c. Indeks populasi
Penilaian banyaknya
populasi hama pada habitatnya dengan meliihat tanda-tanda keberadaannya melalui
jumlah sarang dan kotoran yang dihasilkan oleh serangga (TIM dosen Jurusan Hama
dan Penyakit Tanaman, 2011).
2.9
Macam-macam
Perangkap
1. Perangkap
kuning
Jebakan ini didasari
sifat serangga yang menyukai warna kuning mencolok. Sebab warna itu mirip warna
kelopak bunga yang sedang mekar sempurna. Permukaannya dilumuri lem sehingga
serangga yang hinggap akan merekat sampai akhirnya mati. Umumnya seranga yang
dapat terjebak adalah hama golongan apid, kutu, dan tungau yang kemudian
dijadikan indikator populasi hama sekitar. Biasanya jebakan ini disebut dengan
yellow sticky trap.
2. Lampu
/ Light trap
Serangga
nokturnal menjadikan cahaya dominan di suatu tempat sebagai panduan utama.
Mereka akan terbang mendekat begitu melihat cahaya, baik berasal dari lampu
menyala ataupun api. Pada saat terbang mengitari lampu itulah mereka membentuk
generasi baru.
Hama
dari golongan serangga di kebun juga mempunyai sifat yang sama, sehingga
pekebun membuat perangkap lampu. Serangga akan terbang mengitarinya hingga
akhirnya jatuh dan masuk ke dalam jebakan beridi air atau lem yang ada di bawah
lampu. Umumnya hama yang terperangkap adalah golongan aphid, ngengat, atau
coleoptera.
3. Feromon
Jebakan tersebut dibuat
dengan memanfaatkan kebutuhan komunikasi serangga pengganggu tanaman.
Komunikasi itu dilakukan dengan hormon bernama feromon. Hal ini berguna untuk
menunjukkan adanya makanan, memikat pejantan, menandai jejak, membatasi wilayah
teritorial, atau memisahkan kelas serangga antara serangga pekerja, tentara dan
ratu. Feromon yang umum digunakan adalah feromon untuk menarik pasangan dari
hama.
Zat yang berbau seperti
feromon betina disebut atraktan yang dipasang pada perangkap yang diletakkan di
kebun. Serangga jantan akan tertarik dan masuk ke dalam perangkap yang telah
diberi air atau lem. Makhluk yang akhirnya masuk ke dalam jebakan umumnya kana
tetap disana hingga mati (Majalah Trubus.2011).
4. Pitfall
trap
Perangkap jenis ini
digunakan untuk memperangkap serangga yang berjalan di atas permukaan tanah.
Pitfall trap dibuat dengan cara membenamkan kaleng kecil ke dalam tanah. Di bagian
dalam kaleng kita berikan larutan pengawet yang terdiri atas campuran 5 bagian
propylene phenoxytol, 45 bagian propylene glycol, 50 bagian formalin, dan 900
bagian air.
Untuk menarik
kedatangan serangga, maka kita tempatkan umpan di dalam perangkap tersebut.
Umpan diletakkan sedemikian rupa sehingga serangga akan tertarik oleh umpan
tersebut. Perangkap ini diberi penutup untuk melindungi dari hujan atau
gangguan lainnya (Jumar, 2000).
5. Aerial
bait trap
Perangkap jenis ini
berukuran relatif kecil, dan biasanya terbuat dari dua buah stoples plastik
yang berdiameter 15 cm dengan bagian tutup berulir. Kedua stoples tersebut
diletakkan berhadapan pada bagian mulutnya, satu diatas yang lain. Tutup
stoples tersebut diberi lubang besar. Pada bagian dalam akan diletakkan corong
yang dibuat dari kawat kasa. Bagian dasar dari stoples yang atas diberi
ventilasi untuk mencegah kondensasi dan membiarkan serangga yang terperangkap
akan tetap hidup.
Serangga
yang tertarik dengan umpan akan masuk melalui lubang pada stoples bagian bawah.
Sesuai dengan perilaku serangga, setelah makan mereka akan terbang dan berjalan
ke stoples atas melalui corongg kawat kasa dan tidak bisa lagi keluar.
Serangga yang
tertangkap dipindahkan ke botol lain. Perangkap ini diletakkan dengan cara
menggantungkannya di atas sebuah tiang atau tanaman. Pada bagian penggantung
diberikan zat penolah (repellan)
untuk mencegah semut (Jumar, 2000).
2.10
Hama
Penting Tanaman
1. A.
Nama : Nematoda perusak akar
B. Gejala : Meloidogyne
adalah nematoda perusak akar pada berbagai tanaman, termasuk di antaranya
tanaman cabai dan famili solanaceae lainnya. Gejalanya : Tanaman akan tumbuh
terhambat dan kerdil, jika dicabut akan menampakkan gejala bitil akar
(Tjahjadi, Nur.1999).
2. A. Nama : Ulat perusak daun
B.
Gejala : Ulat penggulung daun Phthorimaea makan daun cabai di dalam gulungan
daun cabai. Ulat pemakan daun Spodoptera, dan Plusia makan daun pada waktu sore
atau senja hari, pada siang hari ulat bersembunyi di balik daun (Tjahjadi,
Nur.1999).
3. A. Nama : Kutu penghisap daun
B.
Gejala : Kutu dan Aphis menghisap cairan daun dan pucuk cabai, daun yang
berkembang menjadi keriting, dan pembentukan bunga terhambat. Aphis juga dapat
menularkan virus keriting, mosaik dan kerdil. Tanaman yang terserang Aphis akan
mengalami kegagalan panen (Tjahjadi, Nur.1999).
4. A. Nama : Tungau Tetranychus
B.
Gejala : Serangan oleh tungau ini akan menimbulkan bercak merah kecoklatan.
Tungau biasanya menyerang pada musim kemarau (Tjahjadi,
Nur.1999).
5. A. Nama : Lalat perusak buah
B.
Gejala : Dacus menyerang buah cabai
yang menjelang masak, buah yang terserang akan gugur sebelum waktunya. Lalat
buah Dacus meletakkan telur dibawah
buah cabai yang masih menggantung di tanaman dan juga pada cabai yang ada di
tempat penyimpanan. Beberapa hari kemudian telur Dacus akan menetas dan memakan daging buah cabai (Tjahjadi,
Nur.1999).
6. A.
Nama: Thrips pada cabai merah (Thrips
parvispinus)
B.
Gejala : Hama trips menyerang pada daun
bagian bawah dengan menyerap cairan daun bagian bawah. Tanda-tandanya adalah
bercak-bercak putih dan daun menjadi keriput. Jika serangan yang berat maka
daun pucuk dan tunas akan menggulung ke dalam, timbul benjolan seperti tumor,
pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil bahkan mati pucuk. Hama ini dapat juga
menjadi vektor bagi virus kriting dan virus mozaik (Suryanto,W.A.,2010).
7. A.
Nama : Kutu Kebul (Bemicia tabaci)
B.
Gejala : Sebagai vektor penyakir kuning cabai. Tanda kehadira hama adalah
adanya telur yang diletakkan pada daun oleh induk betina. Telur berwarna kuning
dan lonjong (Harpenas A. Dan R. Dermawan., 2001).
2.11
Penyakit Penting Tanaman
1. A.
Nama : Penyakit virus keriting
B. Penyebab : Virus
menyerang tanaman cabai yang pertumbuhannya kurang baik atau karena tanaman
tersebut kurang pupuk TSP dan KCI.
C. Gejala : Tanaman
yang terserang virus keriting akan sembuh jika bagian yang terserang dipangkas
dan diberi pupuk yang seimbang. Virus yang menyerang di pembibitan cabai akan
mematikan tanaman.
2.
A.
Nama : Penyakit busuk daun
B.
Penyebab : Patogen penyebab penyakit ini adalah Phytophthora capsic.
C. Gejala
: Serangan ditunjukkan dengan layunya pucuk daun, kemudian membusuk dan gugur.
Penyakit timbul jika keadaan cuaca lembab. Sumber penularan di antaranya pupuk
kandang atau kompos yang belum masak. Pengendalan dilakukan dengan rotasi
tanaman, pengolahan tanah yang baik, dan penggunaan pupuk kandang yang sudah
masak atau dingin.
3. A.
Nama : Penyakit gugur daun
B. Patogen : Patogen
penyebab penyakit ini yaitu cendawan Oidium.
C. Gejala : Akibat
serangannya daun menguning dan gugur sebelum waktunya. Pengendalian dilakukan
dengan penyemprotan larutan fangisida, dan pemusnahan bagian tanaman yang
terserang.
4.
A.
Nama : Penyakit busuk batang
B.
Patogen : Patogen penyebab penyakit ini yaitu cendawan Pythium.
C.
Gejala : Patogen menyerang tanaman di pembibitan dan yang sudah dipindah ke
lapangan. Tanaman yang terserang tampak layu, kemudian mati. Jika tanaman yang
mati diperiksa, maka batangnya sudah busuk. Penyebaran penyakit melalui aliran
air tanah atau air hujan. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan tata air
yang baik, pemusnahan tanaman yang terserang, dan penyemprotan dengan
fungisida.
5.
A.
Nama : Penyakit bercak daun
B.
Patogen : Patogen penyebab penyakit ini yaitu cendawan Cercospora capsici.
C.
Gejala : Patogen menyebabkan bercak pada daun dan batang. Bercak berbentuk
bulat atau oblong, bagian pusatnya berwarna abu-abu dan tepinya coklat
kekuningan. Jika serangan berat, daun yang terserang akan rontok, kemudian
tanaman mati. Pengendalian dilakukan dengan memusnahkan dengan memusnahkan
tanaman yang terseramh, dan penyemprotan larutan fungisida.
6. A. Nama : Antraknose
OPT cabai
B. Penyebab : Patogen Capsicum annum atau Colletotricum capsici
C. Gejala : Tanda-tanda
tanaman terserang adalah busuk buah yaitu timbul bercak hitam pada permukaan
buah. Apabila buah cabai yang terserang penyakit tersebut ditekan akan terasa
lunak karena mengalami proses pembusukan. Pada tingkat serangan berat buah
cabai tersebut akan menjadi keriput dan mengering, sehingga warna kulit buah
akan menjadi seperti jerami padi (Suryanto, W.A.,2010).
7. A. Nama : Virus
Kuning Cabai
B. Penyebab : Virus
gemini yang dibawa oleh vektor penyakit kutu kebul (Bemissia tabaci).
C. Gejala : Daun
berwarna kuning (Suryanto, W.A.,2010).
2.12
Faktor
Yang Mempengaruhi Penyebaran Hama
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan OPT. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT
tersebut yang terdiri atas faktor biotik (misalkan : musuh alami OPT, jenis
tanaman, dan tindakan manusia) dan faktor abiotik (misalkan : temperatur,
kelembaban udara, sinar matahari, hujan, angin, tanah, air, dsb) (Reijntjes,
Coen.1999).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi
dua (Little, 1971) yaitu:
1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh
orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya.
2. Faktor luar
adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung
dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.
Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan
berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah
parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur
utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan)
yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf
kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT.
Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu
daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran
OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya
perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan
yang tumbuh.
Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi unsur-unsur cuaca: suhu,
kelembaban, cahaya dan pergerakan udara/angin (Anonymous a, 2011).
1. suhu
Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara
beriklim dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara
tropika seperti Indonesia keadaanya berbeda, iklimnya hampir sama sehingga
variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu yang nyata adalah karena ketinggian.
Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal sehingga suhu badan
serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan suhu udara.
Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu
optimal bagi serangga bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu
berpengaruh pada (nayar et al, 1981) kesuburan/produksi telur, laju pertumbuhan
dan migrasi atau penyebarannya.
Mengukur kecepatan pertumbuhan
serangga dalam hubungannya dengan suhu dapat dilakukan sengan thermal constant.
Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan antara perkembangan
serangga dengan jumlah thermal constant biasanya dinyatakan dengan hari derajat
(day degree accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering digunakan untuk
perkiraan perkembangan serngga. Potter dan Timmons melaporkan bahwa log-degree
day mempunyai korelasi yang tinggi dengan kumulatif persentase tangkapan hama
penggerek tanaman hortikultura. Ternyata hubungan tersebut dapat digunakan
untuk menduga saat penerbangan pertama seranga penggerek tersebut.
Hama wereng batang coklat untuk
menyelesaikan siklus hidupnya dari telur sampai dewasa/mati membutuhkan total
konstanta panas efektif sebesar 500 hari derajat. Untuk mencapai jumlah
tersebut diperlukan waktu sebulan (30 hari) untuk generasi musim panas dengan
suhu rata-rata harian 27 derajat celcius dan membutuhkan waktu 42 hari untuk
generasi musim gugur dengan suhu rata-rata harian 22 derajat celcius (Kisimoto,
1981)
Kematian serangga dalam hubungannya
dengan suhu terutama berkaitan dengan pengaruh batas-batas ekstrim dan kisaran
yang masih dapat ditahan serangga (suhu cardinal). Suhu yang sangat tinggi
mempunyai pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang
mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga
terjadi karena terbentukknya kristal es dalam sel.
2. Kelembaban
Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air
dalam tubuhnya, akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas
toleransinya. Berkurangnya
kandungan air tersebut berakibat kerdilnya pertumbuhan dan rendahnya laju
metabolisme. Kandungan air dalam tubuh serangga bervariasi dengan
jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90% dari berat tubuhnya. Pada
serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah.
Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar
terdapat keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan
udara yang jenuh dengan uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri
pada keadaan kering bahkan mampu menahan lapar untuk beberapa hari. Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat,
kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga.
3.
Cahaya
Cahaya mempunyai peranan penting
dalam pertumbuhan, perkembangannya dan tahan kehidupannya serangga baik secara
langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga, cahaya
membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai. Setiap jenis
serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya.
Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan
1.
Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas
cahaya tinggi aktif pada siang hari
2.
Serangga krepskular adala serangga
yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada senja hari.
3.
Serangga nokturnal adalah serangga
yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada malam hari .
Penelitian menunjukkan bahwa cahaya bulan berpengaruh nyata pada
tangkapan lampu perangkap terhadp serangga nokturnal.
4. pergerakan udara
Pergerakan udara merupakan salah
satu faktor yang penting dalam penyebaran kehidupan serangga. Penyebaran
arah serangga kadang mengikuti arah angin.
Hal yang juga dapat
mempengaruhi penyebaran Hama adalah aktivitasnya sendiri, yaitu:
1. Hama
yang menetap
Misalkan berbagai macam
ulat daun dan ulat buah. Hama ini merusak berbagai tanaman yang mula-mula
dihinggapi sampai hampir habis atau habis sama sekali, barulah mereka pindah ke
bagian lain.
2. Hama
yang tak menetap
Hama yang tak menetap
ini biasanya: berbagai macam kepik, belalang dan lebah. Jenis hama ini merusak
daun-daun sayuran dengan berpindah-pindah dari satu daun ke daun lain ataupun
kepada tanaman lainnya. Hama-hama tersebut di atas mudah dibasmi secara
langsung.
3. Hama
yang menyerang pada malam hari
Hama-hama ini misalkan:
ulat tanah, siput dan berbagai macam kepik, jangkrik, gangsir, dan belalang.
Hama-hama yang menyerang pada malam hari ini, datangnya bila matahari telah
terbenam. Pada siang hari mereka bersembunyi pada tempat-tempat yang teduh, di
bawah daun-daun yang dirusaknya atau di bawah saun tanaman lain, jauh dari
sasaran semula. Siput misalnya, pada siang hari ada yang bersembunyi di dalam
tanah.
4. Hama yang menyerang siang malam
Ada
berbagao jenis hama yang menyerang tanaman sayuran terus-menerus siang malam.
Hama-hama tersebut antara lain:
-
Berbagai
jenis kutu daun
-
Berbagai
jenis kutu buah
-
Berbagai
jenis kutu cabang dan batang
(Aak, 1992)
2.13
Epidemiologi Tumbuhan
Epidemiologi tumbuhan
adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran perkembangan penyakit serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya (Matnawy, Hudi, 1989).
Faktor-faktor penyebab penyakit :
A. Adanya pengendalian
alami (Natural control) oleh jasad antagonis
Salah satu faktor yang juga
mempengaruhi menurunnya epidemi suatu penyakit yaitu adanya pengendalian yang
terjadi secara alami oleh jasad antagonis. Akhir-akhir ini banyak sekali
penelitian yang menjadikan hal tersebut sebagai bahannya, karena hal tersebut
dianggap sebagai pengendalian yang ramah lingkungan dan tidak memerlukan biaya
yang banyak. Contoh pengaruh pengendalian alami terhadap menurunnya epidemi
yaitu penyakit karat nyali (blister rust, Cronartium ribicola) pada
tanaman pinus dapat dikendalikan oleh jamur Tuberculina maxima dengan cara
merusak spora Cronartium.
b. Penggantian
kultivar tanaman yang rentan dengan yang tahan atau jenis tanaman yang lain
Faktor ini hampir sama dengan faktor
di atas, karena dengan adanya penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan
tanaman yang tahan atau jenis tanaman yang lain secara langsung berpengaruh
terhadap berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan, sehingga penyebab penyakit
tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat untuk memenuhi kebutuhannya dan
akhirnya epidemi suatu penyakit menjadi menurun. Sebagai contoh yaitu penyakit
karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang terjadi di Sri
Langka antara tahun 1870 sampai 1889, menjadi berkurang setelah didaerah
tersebut tidak lagi menanam kopi atau mengurangi penanaman kopi dan
menggantinya dengan tanaman teh.
c. Terjadinya
populasi tumbuhan yang tahan
Setelah terjadi epidemi suatu
penyakit dalam kurun waktu yang cukup lama membuat tanaman yang rentan menjadi
musnah dan hanya tanaman yang mempunyai ketahanan resistensi alam yang mampu
bertahan hidup. Kemudian tanaman yang tahan tersebut diperbanyak atau
memperbanyak diri sehingga terjadi peningkatan populasi tumbuahan yang tahan.
Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan angka tanaman yang terserang oleh
suatu penyebab penyakit. Contohnya yaitu penyakit Lanas atau penyakit kolot
basah yang disebabkan oleh jamur Phytopthora nicotianae menjadi menurun
karena adanya populasi tanaman yang tahan antara lain tembakau Virginia DB 101,
NC 95 dan sebagainya.
d. Berkurangnya
populasi tumbuhan yang rentan.
Merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menurunnya epidemi, karena dengan berkurangnya populasi tumbuhan
yang rentan memaksa sebagian penyebab penyakit (patogen) tidak mampu bertahan
hidup sehingga jumlahnya semakin menurun dan hal ini menyebabkan suatu penyakit
yang bersifat epidemik menjadi menurun. Contohnya yaitu Karat kopi yang
disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang semula menjadi penyakit yang
epidemik mulai menurun stelah tanaman kopi tersebut di kurangi.
e. Adanya
upaya pengendalian penyakit
Upaya pengendalian penyakit yang
dilakukan secra meluas sangat berpengaruh terhadap menurunnya epidemi, karena
dengan perlakuan tersebut membuat patogen banyak yang mati sehingga jumlah
tanaman yang terserang menjadi berkurang atau walaupun terserang tetapi
intensitas serangannya tidak parah. Sebagai contoh yaitu penyakit cacar daun
teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans disetiap musim hujan ditekan
dengan penyemprotan beberapa macam fungisida secara meluas, yang sudah umum
dilakukan oleh para penanam (Anonymous b, 2011).
No comments:
Post a Comment