Post Top Ad

Your Ad Spot

Wednesday, January 2, 2019

Mengenal Identitas Sebagai Orang Karo Di Museum Pusaka Karo Brastagi

       
Replika Rumah Adat Karo
di Museum Pusaka Karo Berastagi
Museum Pusaka Karo Brastagi, merupakan salah satu museum yang terdapat di Kabupaten Karo, walaupun terdapat disalah satu jantung kota wisata di tanah karo yaitu berastagi, namun nama tempat ini tidak sefamiliar dari semua objek wisata yang ada, lokasi dari tempat ini sendiri berada di tugu perjuangan berastagi, yang merupakan pusat persinggahan bagi semua para pelancong yang datang keberastagi baik wisatawan manca negara ataupun wisatawan lokal, hal ini karna hampir semua objek wisata dan penginapan yang berada di berastagi akan mudah diakses dari tempat ini.
     Museum Pusaka, seperti namanya Pusaka yang artinya merupakan harta atau benda yang berharga peninggalan atau warisan, dan seperti namanya barang koleksi dari museum ini merupakan barang barang peninggalan masyarakat karo pada zaman dahulu, baik barang yang berkaitan dengan dunia supranatural (barang pendukung proses pengobatan) dan barang yang pada fungsinya berkaitan dengan kehidupan sehari hari masyarakat zaman dulu, seperti prabot rumah tangga untuk memasak, seperti piring, priuk, wadah minum  dan lainya, juga barang atau alat alat yang berhubungan dengan kegiatan pertanian, seperti bajak cangkul dan yang lainya.

Salah Satu koleksi Museum, (Gana Gana)


      Museum Pusaka Karo ini sendiri berdiri pada tahun 2013, yang diprakarsai oleh Oosten Leonardus Edigius, atau yang lebih deikenal dengan nama Pastor Leo Joosten Ginting, seorang Misionaris Katolik  asal belanda yang sudah menjadi warga negara Indonesia pada tahun 1994, Pastor Leo Joosten Ginting sendiri pada tahun 2018 mendapatkan penghargaan Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisional dengan kategori penghargaan sebagai Plestari Budaya, yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia, hal ini saya ketahui dari papan informasi yang terpampang didalam museum, dari sana saya membaca kalau setelah beliu lulus dari Universitas Katolik Tilburg di Belanda, beliau langsung menuju ke Indonesia, dan berkat keramahan masyarakat dan iklim yang dirasa cocok, beliau memutuskan untuk menjadi warga negara Indonesia pada tahun 1994.
   Berkat ketertarikan dan kecintaanya terhadap kebudayaan Indonesia, Khususnya Suku Karo membawanya menghasilkan beberapa karya seperti Kamus Bahasa Karo, Greja Katolik Inkulturasi Karo, Museum Pusaka Karo, dan banyak tulisan lain yang berhubungan dengan kebudayaan, selain penghargaan yang diperoleh pada tahun 2018 beliau juga pernah mendaptkan penghargaan Sastra Rancage pada tahun 2015. Hal ini tentunya tidak beliau proleh bukan dalam waktu yang singkat, butuh perjuangan dan keseriusan untuk melaluinya, dan beliau berhasil dalam usahanya.

Koleksi Museum ( acara kematian)

   Pada saat Pastor Leo mengutarakan niatnya untuk mendirikan museum Pusaka Karo di berastagi tentunya dia tidak sendiri, namun beliau mendapat dukungan besar dari masyarakat Karo, hal ini terbukti dengan tingginya niat atau antusias masyarakat untuk menyumbang barang barang koleksi pribadinya untuk menjadi koleksi yang dipertontonkan didalam museum tersebut, mungkin hal ini terjadi akibat kerinduan dari masyarakat karo untuk dapat berbagi pengetahuan akan budaya mereka sendiri kepada generasi generasi yang akan datang, dan juga keinginan untuk memperkenalkan budaya karo itu sendiri kepada masyarakat luas diluar suku Karo itu sendiri, namun keinginan itu sebelumnya terpendam, karna tidak adanya batu pemantik untuk memberikan percikan api :) hingga akgirnya muncul lah seorang Pastor Leo yang mempunyai inisiatis dan menyediakan wadah bagi masyarakat yang memiliki kerinduan besar tersebut dan pada akhirnya menghasilkan sebuah Museum Pusaka Karo.
Perhiasan anting untuk perempuan Karo

          Sebenarnya aku sudah mengetahui keberadaan museum  pada saat mulai berdirinya informasi ini saya peroleh dari diskusi dimedia sosial Facebook dengan salah satu pengelolanya, yaitu  Kriswanto Ginting, dan saat informasi tersebut saya proleh keinginan untuk mengunjungi tempat ini sudah sangat besar, namun karna pada waktu itu saya tinggal diluar dari Sumatera Utara, sehingga niat itu terpaksa saya pendam, dan pada beberapa kali liburan Kuliah yang mengantarkan saya untuk kembali ke kampung halaman pun keinginan tersebut belum pernah tercapai, hal ini diakibatkan oleh kesibukan yang ada, hingga akhirnya pada saat saya menyelesaikan study di salah satu Ubiversitas ternama di pulau Sumatera dan memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, dan tepatnya pada sore hari tanggal 7 pada bulan bulan November tahun 2018, saya akhirnya bisa mengunjungi tempat ini.
Senjata Tradisional Masyarakat Karo

       Sore itu kira kira pukul 15:20 dari kediaman orang tua saya, disalah satu sudut kota kabanjahe (ibukota kabupaten Karo), perasaan bosan yang menyelimuti sedari bangun tidur membuat saya bingung mau melakukan aktivitas apa, dan tiba tiba dalam lamunan, saya teringat akan keberadaan museum Pusaka Karo yang berlokasi di berastagi, sehingga tanpa fikir panjang saya langsung siap siap dan bergegas untuk menuju lokasi museum, dari rumah saya menuju ke simpang 3 mesjid agung kabanjahe dan dari sana langsung menuju ke brastagi, udara sejuk yang bercampur polusi dari kendaraan roda 2 dan roda 4 menemani perjalanan saya menuju ke brastagi.
    Tidak terasa  saya sudah kurang lebih 25 menit didalam perjalanan yang mengantarkan saya sampai di tugu perjuangan berastagi, dan dari sana saya jalan kaki kira kiro 5 meter, untuk dapat mencapai lokasi museum, ya 5 meter, karna memang dari tugu perjuangan museum ini sudah langsung terlihat. Sesampainya di museum saya langsung disambut oleh bang Kriswanto Ginting, seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, beliau merupakan salah satu pengelola dari museum ini. komunikasi yang sebelumnya hanya sebatas lewat media sosial kali ini bisa langsung bertatapan muka secara langsung, sembari saya mengisi buku tamu beliau kemudian bercerita tentang sejarah awal berdiri museum pusaka karo ini hingga asal usul dari barang barang kuleksi museum, setelah saya selesai mengisi buku tamu saya meminta izin beliau untuk dapat menikmati cerita yang terdapat di tempat tersebut melalui barang barang koleksinya.
Alat penerangan (tendang/ Lampu)

   Ok saya mulai dari sudut sebelah kiri, menuju lantai 2 museum hingga semua sudut museum saya kelilingi menyantap semua pelajaran yang ada, setelah puas berkeliling hampir 2 jam dan memastikan tidak ada satu sudut atau satu barang koleksipun yang saya lewatkan saya menemui bang Kriswanto lagi untuk melanjutkan diskusi yang sebelumnya tertunda dan belum selesai, dari penuturan beliau saya mengetahui kalau ternyata minat dari generasi muda karo sangat minim dalam mengunjungi tempat tersebut, beliau bercerita jika hanya sesekali saja anak anak muda yang datang ketempat tersebut, hal ini juga tidak terlepas dari tugas tugas sekolah yang diberikan kepada mereka, sehingga harus mengunjunginya, dari penuturan beliau saya dapat menangkap kalau minat atau ketertarikan pemuda pemudi karo untuk mengunjungi tempat ini masih sangat minim, padahal sebenarnya jika menurut saya tempat ini merupakan salah satu lokasi harta karun suku karo tersimpan
bagaimana tidak dengan mengunjungi tempat ini saya sendiri secara pribadi mendapatkan pengetahuan yang banyak akan kebiasaan dari mereka para nenek moyang dari suku saya.
ALat Musik Tradisional 

   Dari semua koleksi barang yang terdapat di museum ini, hanya kira kira 20% dari keseluruhanya yang saya ketahui, dengan mengunjungi tempat ini rasanya saya seolah kembali ke masa lalu dan mereka para pendahulu saya seolah olah hidup kembali dan saya terlibat dalam keseharian mereka melalui pralatan pralatan yang tersimpan disini. Saya secara pribadi sangat merekomendasikan generasi muda karo untuk dapat mengunjungi tempat ini, karna dengan berkunjung kemuseum Pusaka Karo ini, kita bisa mengetahui lebih banyak hal tentang kehidupan mereka yang telah mendahului kita, seperti yang diucapkan oleh Ir Sokarnoa ''JASMERAH'' jangan sekali kali melupakan sejarahnya, dan juga pepatah yang pernah saya dengar kalau bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawan mereka, yang artinya jangan sekali kali kita melupakan asal usul kita, jati diri kita sebagai suku karo, walau dimanapun kita berada. Mejuah Juah

NB: Akses menuju Museum Pusaka Berastagi, dari medan- menuju berastagi (Tugu Perjuangan) berjalan 5 meter ke arah gundaling dekat kantor pos berastagi.

''Jangan sekali kali kita lupa akan identitas kita sebagai Suku karo"
      Mejuah -Juah

No comments:

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages