Post Top Ad

Your Ad Spot

Friday, November 4, 2016

Peraktikum Pestisida dan Aplikasinya, Residu Insektisida pada Tanaman Kubis Terhadap Serangga Jangkrik


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sayuran merupakan bahan pangan yang sangat  penting dalam kehidupan sehari hari manusia terutama bagi penduduk Indonesia, banyak jenis sayuran yang di budidayakan oleh masyarakat petani untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat terhadap sayuran. Di antaranya  sayuran yang ditanam, atau di budidayakan adalah kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) walau hanya termasuk salah satu dari semua jenis sayuran yang ada namun permintaan masyarakat untuk tanaman yang satu ini bisa di bilang sangat tinggi, sebagai contoh Permintaan kubis dari kabupaten Simalungun, Sumatera utara sebanyak 2 ton/minggu harus dikirim ke Batam, dan 700 kilogram untuk dikirim ke Rantau Prapat, sedangkan untuk transaksi perdagangan yang lebih besar (export), permintaan mencapai 600 ton per minggu, ke Penang Malaysia (Hastuti, 2001). Untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan pasar yang tinggi maka para petani yang membudidayakan tanaman ini harus selalu berusaha untuk mendapatkan hasil panen yang bagus, tanaman Kubis sendiri memiliki banyak kandungan vitamin untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat adapun yang terkandung dalam tanaman kubis adalah  vitamin (A, B dan C), mineral, karbohidrat, protein dan lemak yang amat berguna bagi kesehatan. Seperti beberapa jenis sayuran lainnya, kubis memiliki sifat mudah rusak, berpola produksi musiman dan tidak tahan disimpan lama. Sifat mudah rusak ini dapat disebabkan oleh daun yang lunak dan kandungan air cukup tinggi, sehingga mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama/penyakit tanaman.
Kubis sendiri tidak hanya terdapat satu jenis namun bermacam macam keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang cukup banyak. Yang lazim ditanam di Indonesia, antara lain kubis, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubisrabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea var.sylvestris, yang tumbuh di sepanjang pantai Laut Tengah, pantai Inggris,Denmark, dan sebelah Utara Perancis Barat. Kubis liar tersebut ada yang tumbuhsebagai tanaman biennial dan ada juga yang perenial. Kubis yang telah dibudidayakan dibuat menjadi tanaman annual. Untuk memperoleh bijinya, kubis tersebut dibiarkan tumbuh sebagai tanaman biennial.
Kubis (Brassicae oleracea var. capitata L.) adalah salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Namun, dalam budidaya tanaman tersebut tidak sedikit tantangan dan kendala yang dihadapi, khususnya masalah serangan hama dan penyakit yang dapat mengagalkan panen. Kubis atau kol merupakan salah satu jenis sayuran yang berasal dari daerah subtropis. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini, kubis termasuk enam kelompok besar  sayuran segar yang banyak diekspor. Dari komposisinya kubis pun meru- pakan tanaman yang banyak mengandung vitamin, mineral, karbo- hidrat dan protein yang cukup  bagi tubuh manusia. Selain itu kubis merupakan komoditas tanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi meskipun nilai jualnya sangat dipenga- ruhi oleh kualitas hasil panennya, khususnya penampilan visual produk.
Sayuran ini dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggidengan curah hujan rata-rata 850-900 mm. Daunnya bulat, oval, sampai lonjong,membentuk roset akar yang besar dan tebal, warna daun bermacam-macam, antaralain putih (forma alba), hijau, dan merah keunguan (forma rubra).
Kubis putih (Brassica oleracea var. capitata L.) merupakan salah satu sayuran penting, terutama di dataran tinggi. Sejak awal tahun ’70-an kubis juga ditanam di beberapa daerah dataran rendah, seperti di daerah Yogyakarta, Klaten, dan Jember. Kubis varietas KK Cross (Subhan 1989; Permadi & Djuariah 1992) dan Green Baru (Suryadi & Permadi 1998) dapat beradaptasi dengan baik dan mempunyai hasil krop tinggi dengan umur genjah, cocok untuk dikembangkan di dataran rendah dan dataran medium. Tanaman kubis-kubisan lainnya yang penting adalah petsai, kubis bunga, dan brokoli. Menurut laporan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1999), luas panen kubis di Indonesia dalam tahun 1998 adalah 65.974 hektar dengan total produksi 1.383.398 ton. Sejak lima tahun terakhir (1994-1998), rata-rata hasil panen atau produktivitas kubis relatif konstan, yaitu sekitar 21 t/ ha. Nilai ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas kubis di daerah subtropik seperti di Jerman (37,6 t/ha), Nederland (49,3 t/ha), dan Amerika Serikat (23 t/ha) (Nieuwhof 1969). Hal itu antara lain disebabkan oleh (Permadi 1993) : (1) seleksi varietas-varietas impor yang dilakukan di daerah subtropik, (2) masa pertumbuhan tiap hari di daerah subtropik lebih lama daripada masa pertumbuhannya di Indonesia (16-18 jam penyinaran setiap harinya di daerah subtropik), dan (3) adanya gangguan hama/penyakit yang dapat menggagalkan panen kubis (Sastrosiswojo 1994).
Tanaman kubis berkembang dengan baik bila ditanam di daerah dingin dengan kelembaban yang stabil serta tekstur tanahnya yang subur dan gembur dengan banyak humusnya ntuk daerah sentra penghasil Kubis sendiri di indonedia menurut data yang diproleh oleh Badan Pusat Statistik,adalah  Cipanas, Lembang, Pengalengan, Jawa Barat, Wonosobo, Tawangmangu, Jawa Tengah, Tengger, Tosari, dan Punten, Jawa Timur Serta Tanah Karo, Sumatera Utara. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010, daerah produsen kubis antara lain, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Semarang, Kendal, Purbalingga, Banjarnegara, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Karanganyar, Wonogiri, Klaten.

1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui residu insektisida dengan bahan aktif dimehipo di tanaman kubis terhadap serangga jangkrik.












BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional terus meningkat. Kubis merupakan sayuran yang mempunyai peran penting untuk kesehatan manusia. Kubis banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Sebagai sayuran kubis dapat membantu pencernaan, menetralkan zat-zat asam (Pracaya, 2005). Pengembangan sayuran, khususnya kubis sebagai sayuran dataran tinggi memerlukan penanganan yang khusus sejak pra sampai pasca panennya, dan dalam pengembangan atau budidaya tanaman di Indonesia sendiri termasuk tanaman kubis untuk urusan penanggulangan hama masyarakat masih menggunakan pestisida sebagai solusi utama
Di sisi lain pestisida merupakan bahan kimia, sehingga pemakaian yang berlebihan dapat menjadi sumber pencemar pada bahan pangan, air, dan lingkungan hidup. Lebih jauh residu yang ditinggalkan dapat secara langsung maupun tidak langsung sampai ke manusia. Pestisida merupakan suatu substansi bahan kimia dan material lain (mikroorganisme, virus, dll.) yang tujuan penggunaannya untuk mengontrol atau membunuh hama dan penyakit yang menyerang tanaman, bagian tanaman, dan produk pertanian, membasmi rumput/gulma, mengatur, dan menstimulasi pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, namun bukan penyubur (Rianto 2006 dan Sanborn et al. 2002). Pestisida meliputi herbisida (untuk mengendalikan gulma), insektisida (untuk mengendalikan serangga), fungisida (untuk mengendalikan fungi), nematisida (untuk mengendalikan nematoda), dan rodentisida (racun vertebrata) (Sanborn et al. 2002, Anonymous 2006, dan Rianto 2006). Penggunaan pestisida dianggap menguntungkan untuk menekan kehilangan hasil sebelum dan setelah pemanenan (Sathpaty.G 2012).
Tanaman kubis dapat tumbuh pada semua jenis tanah, mulai tanah pasir sampai tanah berat. Tetapi yang paling baik adalah tanah yang gembur, banyak mengandung humus dengan pH antara 6-7. Jenis tanah yang paling baik adalah lempung berpasir (Rukmana, 2007).
Menurut data BPS (2010), jenis komoditi hasil pertanian yang paling dominan diproduksi di Indonesia tahun 2010 adalah sayuran kubis (1,384,044ton). Dalam pemanfaatannya, kubis dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan (Permentan No.88 Tahun 2011). Kadar residu insektisida dapat menurun oleh karena proses pengolahan makanan. Hal ini diakibatkan oleh karena proses hidrolisis, penguapan, dan degradasi zat kimia (Soemirat, 2009). Proses pencucian adalah hal yang umum dilakukan di rumah tangga karena dapat dilakukan dengan baik air maupun larutan pencuci yang tersedia di dapur. Bahan kimia alami yang direkomendasikan untuk tujuan penurunan residu pestisida adalah garam (NaCl), natrium bikarbonat (NaHCO3), dan asam cuka (CH3COOH) (Klinhom, 2008). Penambahan larutan dari bahan kimia alami dapat memperbesar penurunan tingkat residu, hal ini dikarenakan tingkat degradasi residu pestisida pada larutan garam, natrium bikarbonat, asam cuka lebih tinggi secara signifikan daripada air biasa (Satpathy, 2012). Larutan dari bahan alami juga tidak membahayakan kesehatanjika dibandingkan dengan larutan pencuci buah sintetik. Residu insektisida masih dapat tertinggal pada sayuran yang diperlakukan dengan insektisida. Residu insektisida diketahui dapat menyebabkan gangguan kesehatan (keracunan) baik akut maupun kronik. Upaya penurunan kadar residu perlu dilakukan agar pangan aman dikonsumsi.
Terdapat 3 kelompok utama pestisida konvensional antara lain (1) chlorinated hydrocarbon (organoklorin), umumnya terurai sangat lambat dan memerlukan waktu yang relatif lama (dieldrin, chlordan, aldrin, DDT, dan heptaklor), (2) organophosphate (organofosfat), sangat toksik pada manusia, tetapi umumnya tidak lama terurai (diazinon, malation, dimetoat dan klorpirifos), dan (3) carbamat, sedikit toksik pada manusia, namun berpotensi mempengaruhi kekebalan dan sistem saraf pusat (karbaril, karbofuran, dan metomil) (Blanpied 1984). Menurut penelitian yang dikemukakan oleh Zhang et al. (2007) pestisida kelompok organoklorin, organofosfat, dan piretroid merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan secara ekstensif di pasar Cina, sedangkan menurut Yang dan Fang dalam Bai et al. (2006), penggunaan pestisida jenis organoklorin sudah dilarang sejak tahun 1983. Tuntutan mutu dan keamanan pangan pada perdagangan regional maupun internasional untuk komoditas pertanian saat ini dihadapkan pada aspek mutu dan keamanan pangan, sehingga kini menjadi masalah utama dalam produksi dan pemasaran sayuran. Usaha peningkatan keamanan pangan produk pertanian, khususnya sayuran, telah dilakukan. Melalui program pengendalian hama-penyakit terpadu (PHT) membuktikan bahwa produksi hasil pertanian dilakukan tidak hanya mempertimbangkan aspek tingginya tingkat produksi, tetapi juga aspek keberlanjutan produksi, kelestarian lingkungan, dan keamanan pangan. Namun sejauh ini belum mampu menjawab berbagai persoalan keamanan pangan. Hal ini dikarenakan adanya praktik produksi yang menyimpang dari anjuran. Beberapa hasil penelitian melaporkan adanya sejumlah residu insektisida permetrin pada tomat dan kubis, insektisida kartap hidroklorida dan endosulfan pada kubis, klorotanil dan maneb pada tomat, dan residu fungisida mankozeb pada tomat dan petsai (Harun et al. 1996). Adanya kasus penolakan produk ekspor Indonesia oleh beberapa negara juga menunjukkan bahwa penanganan aspek keamanan pangan di Indonesia masih belum optimal.
Di daerah sub tropis yang udaranya dingin, bunga akan keluar dari ketiak daun. Bunga terdiri dari 4 helai daun kelopak berwarna hijau, 4 helai daun mahkota bnerwarna kuning muda, 4 helai benangsari bertangkai panjang, 2 helai benang sari bertangkai pendek dan 1 buah putik yang beruang dua. Buah berbentuk polong, panjang dan ramping berisi biji. Kubis dapat diperbanyak dengan biji atau stek. Biji atau stek dapat ditanam langsung di lapaangan atau disemai terlebih dahulu ditempat persemaian, setelah cukup besar dapat dipindah ke lapangan (Cahyono, 2002).





BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum pestisida dan aplikasinya ini dilaksanakan pada hari Kamis di Laboratorium Insektisida Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya,Indralaya.
3.2. Alat dan Bahan
            Adapun alat yang digunakan pada praktikum bioteknologi pertanian antara lain sebagai berikut: 1)Tabung Reaksi, 2)Pipet Tetes, 3)Toples, 4)Penggaris, 5)Gunting, 6)Alat Tulis
            Adapun bahan yang digunakan pada praktikum bioteknologi pertanian antara lain sebagai berikut: 1)Insektisida berbahan aktif dimehipo, 2)Air/Aquadest, 3)Jangkrik, 4)Kubis
3.3. Cara Kerja
            Cara kerja atau langkah langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan peraktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Siapkan alat dan bahan yang digunakan.
2.      Siapkan 4 toples yang keadaan dalamnya bersih . Masukkan 10 ekor jangkrik di dalam setiap toples.
3.      Didalam keempat toples tersebut ada 1 toples yang tidak dimasukkan potongan kubis. Masukkan setiap potongan kubis ketiga toples.
4.      Siapkan konsentrasi antara insektisida berbahan aktif dimehipo dengan air,lalu masukan potongan kubis dengan cara di celupkan pada konsentrasi tersebut.
5.      Lalu masukkan kubis tersebut ke toples nomor 1 . Selanjutnya masukan kubis yang telah dicelupkan ke air biasa ke toples nomor 2, masukan potongan kubis yang tidak diberi perlakuan ke toples nomor 3 dan toples nomor 4 tidak diberi kubis.
6.      Amati dan catat hasil kematian jangkrik tersebut terhadap 4 perlakuan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
No.
Perlakuan
Hidup
Mati
1.       
4 Tidak diberi kubis
0
10
2.       
Tidak diberi kubis
10
0
3.       
1 Kubis langsung tanpa pestisida dan tanpa dicuci
10
0
4.       
3 Kubis diberi insektisida
8
2
5.       
1 Kubis langsung tanpa pestisida dan tanpa dicuci
7
3
6.       
3 Kubis diberi insektisida
7
3
7.       
2 Kubis dicuci
9
1
8.       
2 Kubis diberi insektisida dan dicuci
10
0

4.2. Pembahasan
            Adapun pembahasan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut: dalam praktikum residu insektisida pada tanaman kubis terhadap serangga jangkrik digunakan beberapa bahan utama seperti jangkrik dan kubis (Brassica oleracea L.) Dimana kita menguji pengaruh residu insektisida kubis terhadap serangga jangkrik.
            Dari analisis yang dilakukan kita mendapatkan hasil bahwa jangkrik yang diberi kubis lebih banyak hidup dari jangkrik yang tidak diberi kubis. Jangkrik yang tidak diberi kubis akan mati dan terdapat semut di jangkrik tersebut. Jangkrik lebih menyukai kubis yang mengandung insektisida.
            Residu insektisida adalah insektisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah diaplikasikan ke tanaman pertanian. Sedangkan residu adalah sisa insektisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa khemis dan fisis mulai bekerja.  Karena residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah ditinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi. Oleh Karena itu diperlukan suatu cara untuk mendeteksi atau menganalisisnya, menggunakan metode-metode tertentu yang umumnya telah dibakukan. (Ameriana.M,2008)
            Residu insektisida pada tanaman kubis yang dilakukan tidak memberikan pengaruh terhadap jangkrik tersebut karena bahan residu ditanaman kubis tidak efektik lagi sebagai racun langsung. Dari table hasil praktikum dengan perlakuan pertama (4 tidak diberi kubis) tidak ada yang hidup dan mati sepuluh. Perlakuan kedua (tidak diberi kubis) sepuluh hidup dan tidak  ada yang mati. Perlakuan ketiga (diberi 1 kubis langsung tanpa pestisida dan tanpa dicuci) sepuluh hidup dan tidak ada yang mati. Perlakuan keempat (diberi 3 kubis dan insektisida) delapan hidup dan dua mati. Perlakuan kelima (diberi 1 kubis langsung tanpa pestisida dan tanpa dicuci) tujuh hidup dan 3 mati. Perlakuan keenam (diberi 3 kubis dan insektisida) tujuh hidup dan tiga mati. Perlakuan ketujuh (diberi 2 kubis yang sudah dicuci) Sembilan hidup dan satu mati. Perlakuan terakhir (diberi 2 kubis yang sudah dicuci dan diberi insektisida).
            Dari hasil tersebut bahwa residu insektisida pada tanaman kubis tersebut tidak lagi mempengaruhi kematian serangga jangkrik. Dan untuk kubis yang langsung diberi pestisida pun tidak mempengaruhi kematian pada serangga jangkrik tersebut. Jadi, tidak semua residu insektisida dapat mempengaruhi kematian pada serangga.


BAB 5
 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
            Kesimpulan yang didapat setelah dilaksanakanya peraktikum ini dari awal hingga selesai adalah sebagai berikut :
1   1)      Residu adalah sisa insektisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa khemis dan fisis mulai bekerja.
2     2)      Residu insektisida adalah insektisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah diaplikasikan ke tanaman pertanian.
3     3)      Residu insektisida pada tanaman kubis tidak efektif lagi sebagai racun langsung
4     4)      Serangga Jangkrik yang hidup lebih banyak dari pada yang mati
5     5)      Tidak semua residu insektisida mempengaruhi kematian serangga
5.2. Saran
            Agar praktikum kedepannya lebih dijelaskan lagi lebih rinci teknisi praktikum agar tidak mempersulit ketika membuat laporannya.









DAFTAR PUSTAKA
Achmadi,S.S, 2003. Di Lingkungan. Jurnal Nasib Bahan Kimia POPs Kesehatan: Jakarta, Vol 1, Hal.4 (online). http://www.depkes.co.id ( Akses 07-12-2012)
Amalia. 2004. Efektifitas Ekstrak Campuran Biji Swietenia mahogany Jacq dan Ranting Aglaia odorata Lour. (Meliaceae) Terhadap Serangga Hama dan Pengaruhnya Terhadap Musuh Alami di Pertanaman Kubis. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 31 hlm.
Aziz Thamrin. 2011. Analisis Residu Pestisida Diazinon dalam Tanaman Kubis ( Brassica olareceae) Menggunakan Biosensor Elektrokimia ( Voltametri siklik).Kendari: Program Study Kimia Jurusan Kimia Universitas Haluoloe.10 hlm
Kaswinarni F. 2005. Toksisitas dan Pengaruh Konsentrasi Sub Letal Ekstrak Pacar Cina (Aglaia odorata Lour.) Terhadap Pertumbuhan Ulat Krop Kubis (Crocidolomia binotalis Zeller). [Skripsi]. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponogoro.
Mujib Abdul., Syabana, A, Mohamad., Hastuti, Dewi. 2014. Uji Efektifitas Larutan Pestisida Nabati Terhadap Hama Ulat Krop (Crocidolomia pavonna L.) Pada Tanaman Kubis (Brassica oleraceae). Jakarta: fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

No comments:

Post Top Ad

Your Ad Spot

Pages